Nama : Yoel Abraham Martua
NPM : 28210636
Kelas : 4eb17
Profesi dan Etika
Profesi menurut Webster’s New
Dictionary and Thesaurus (1990) adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan khusus dan seringkali juga persiapan akademis yang intensif dan
lama. Seorang jurnalis perlu memiliki keterampilan tulis-menulis, yang untuk
mematangkannya membutuhkan waktu cukup lama, sebelum bisa menghasilkan karya
jurnalistik yang berkualitas.
Huntington menambahkan, profesi bukanlah sekadar pekerjaan atau vocation,
melainkan suatu vokasi khusus yang memiliki ciri-ciri :
1.
Keahlian (expertise)
2.
Tanggung Jawab (responsibility)
3.
Kesejawatan (corporateness)
Sedangkan etika (ethics)
adalah suatu sistem tindakan atau perilaku, suatu prinsip-prinsip moral, atau
suatu standar tentang yang benar dan salah. Dengan demikian secara kasar bisa
dikatakan, etika profesi adalah semacam standar aturan perilaku dan moral, yang
mengikat profesi tertentu.
Etika jurnalistik adalah standar
aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan
pekerjaannya.Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk
memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan,
tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari
kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si
jurnalis bersangkutan.
Perumus Kode Etik
Lalu siapa yang berhak merumuskan
Kode Etik Jurnalistik ini? Kode Etik biasanya dirumuskan oleh organisasi
profesi bersangkutan, dan Kode Etik itu bersifat mengikat terhadap para anggota
organisasi.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
bersama sejumlah organisasi jurnalis lain secara bersama-sama juga telah
menyusun Kode Etik Jurnalis Indonesia, yang diharapkan bisa diberlakukan untuk
seluruh jurnalis Indonesia.Selain organisasi profesi, institusi media tempat si
jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code
of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Meskipun disusun oleh organisasi
profesi atau institusi media yang berbeda-beda, di Indonesia atau pun di
berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya bersifat universal dan tak
banyak berbeda.
Tentu saja tidak akan ada Kode Etik
yang membolehkan jurnalis menulis berita bohong atau tak sesuai dengan fakta,
misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja disebabkan perbedaan latar
belakang budaya negara-negara bersangkutan. Untuk gambaran yang lebih jelas,
sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
- Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
- Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
- Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
- Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
- Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
- Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
- Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
- Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
- Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
- Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
- Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
- Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
- Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
- Jurnalis dilarang menerima sogokan.
- Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
- Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
- Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
- Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
Majelis Kode Etik
Anggota Majelis ini dipilih untuk
masa kerja dua tahun. Jumlah dan kriteria anggota Majelis ini ditentukan oleh
Kongres AJI. Jika ada anggota Majelis yang tidak dapat melaksanakan tugasnya,
maka pengisian lowongan anggota tersebut ditetapkan oleh Majelis dengan
persetujuan pengurus AJI Indonesia.
Tugas Majelis Kode Etik, Antara Lain:
- Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Kode Etik
- Melakukan pemeriksaan dan penelitian yang berkait dengan masalah pelanggaran Kode etik oleh anggota AJI.
- Mengumpulkan dan meneliti bukti-bukti pelanggaran Kode Etik.
- Memanggil anggota yang dianggap telah melakukan pelanggaran Kode Etik.
- Memberikan putusan benar-tidaknya pelanggaran Kode Etik.
- Meminta pengurus AJI untuk menjatuhkan sanksi atau melakukan pemulihan nama.
- Memberikan usul, masukan dan pertimbangan dalam penyusunan atau pembaruan Kode Etik.
Dewan Pers
Selain Majelis Kode Etik dari AJI,
yang cakupan wewenangnya terbatas hanya untuk anggota AJI, di tingkat nasional
juga kita kenal lembaga Dewan Pers, yang salah satu fungsinya adalah menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Dewan Pers adalah lembaga independen
yang dibentuk pada 19 April 2000, berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 40
Tahun 1999, dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional.
Anggota Dewan Pers terdiri dari 9
(sembilan) orang, yang mewakili unsur wartawan, pimpinan perusahaan pers, dan
tokoh masyarakat yang ahli di bidang pers.Selain menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
Dewan Pers berfungsi memberi
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.Dewan Pers juga
memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Sedangkan Tugas Dewan Pers Adalah:
- Memberikan pernyataan penilaian dan rekomendasi dalam hal terjadinya pelanggaran Kode Etik, penyalahgunaan profesi, dan kemerdekaan pers.
- Keputusan Dewan Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.
- Keputusan atau rekomendasi Dewan Pers dipublikasikan ke media massa.
Harus diingat dan digarisbawahi di
sini bahwa Dewan Pers bukanlah lembaga pengadilan, yang bisa memasukkan
jurnalis pelanggar kode etik atau pemimpin redaksi media massa bersangkutan ke
penjara! Keputusan Dewan Pers bukanlah vonis pengadilan.
Artinya, kalangan masyarakat yang
merasa dirugikan oleh pemberitaan pers tetap terbuka untuk menempuh jalur hukum
(lewat pengadilan), yang keputusannya memiliki kekuatan hukum. Seperti sudah
diutarakan di atas, keputusan Dewan Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.
Sumber :
http://diankurniaaa.wordpress.com/ragam/memahami-etika-jurnalistik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar